Minggu, 25 Oktober 2015

DUA HARI, SERIBU MAKNA

0


Angin sepoi-sepoi di sore hari ini seakan menghembuskan nafasnya hanya padaku. Aku duduk bersandar di bawah pohon beringin yang sangat besar. Di hadapanku rumput sedang asyik menari-nari tanpa peduli bahwa ada aku yang sedang memperhartikannya. Aku sangat sering ke sini hanya untuk duduk menikmati sore yang indah. Namun, sore ini terasa berbeda. Matahari sore ini terlihat lebih indah dari hari-hari sebelumnya. Aku tersenyum sendiri dibawah pohon ini membayangkan wajah seseorang. Entahlah apa yang sedang kurasakan, yang pasti hati ini tak karuan ketika membayangkan wajahnya.
Tiba-tiba kudengar suara langkah sepatu berbunyi dari arah kiri. Kupalingkan wajahku ke arah kiri untuk melihat siapa yang sedang berjalan. Jantung ini tiba-tiba berdegup kencang ketika dia semakin dekat. Aku tahu wanita itu masih samar-samar mengenalku jadi dia hanya melemparkan senyum dan menganggukkan kepala. Akupun membalas dengan sedikit senyuman seakan tidak terjadi apa-apa di dalam jantung ini. Wanita itu berjalan terus menjauh dari pandanganku. Aku kembali tersenyum sambil membayangkan senyumannya yang indah tadi. Ya, itulah yang terjadi padaku dan alasan kenapa sore ini berbeda dari sore-soreku sebelumnya.
Matahari sudah mulai menenggelamkan dirinya, langitpun juga sudah mulai mewarnai dirinya dengan warna gelap, hari sudah mulai malam. Tidak tahu berapa lama aku berada di situ yang pasti dari tadi kuhabiskan waktu untuk berdiam diri disini membayangkan wajah seseorang. Akupun kembali ke rumah agar tidak dimarahi ibuku. “Ibu.. aku pulang” aku berteriak memberitahu orang rumah bahwa aku sudah sampai di rumah. “Naufal, darimana saja kamu jam segini baru pulang? cepat mandi sana terus makan malam sudah siap di meja ya” sahut ibuku dari dapur. “Iya bu” hanya itu yang kujawab, aku tidak mau menjawab aku darimana. Untungnya ibuku tidak menanyakan ulang aku darimana. Aku bergegas mandi kemudian makan malam bersama keluargaku. Sepanjang aktivitas tadi aku masih mengingat senyumannya yang begitu manis. Malam ini aku selalu dibayangi senyumannya, hingga ketika belajarpun aku masih teringat wajahnya dan membuatku jadi senyum-senyum sendiri ketika belajar. Jam sudah menunjukkan pukul 22.08, karena sudah larut malam akupun merebahkan diri di kasurku yang empuk dan memejamkan mata untuk terlelap dalam alam mimpi.
Keesokan harinya aku kembali ke sekolah kebangganku. SMA 28 adalah satu-satunya SMA Negeri di desaku dan memang satu-satunya SMA di desaku. “Teng…” bel berbunyi dengan keras menandakan seluruh murid untuk masuk ke kelasnya masing-masing. Aku pun duduk di kursiku. Kulihat seorang wanita tidak terlalu pendek, dengan warna kulit kuning langsat memasuki kelas. Ya, dia adalah Della, anak perempuan yang baru kemarin masuk di SMA ku. Dia yang membuat hariku kemarin berubah. Diapun duduk di kursi yang dari dulu kosong yaitu di depanku. Aku sangat bahagia ketika guru menunjuk untuk duduk di depanku kemarin.
Sambil menunggu guru datang aku mengambil buku dan alat tulis dan meletakkannya di atas meja. Kulihat Della sedang sibuk merogoh tasnya, aku tidak tahu dia sedang mencari apa. Namun, tiba-tiba dia menoleh ke belakang dan bertanya padaku “Kamu ada pulpen lebih ga? Aku pinjem dong.. “. Baru pertama kali ini aku melihat dia ngomong, setelah dari hari kemarin dia habiskan untuk diam di kelas. Dengan sigap aku mencari pulpen, kurogoh tasku dengan cepat dan ternyata dewi fortuna berpihak padaku. Aku memang selalu membawa dua pulpen, berjaga-jaga kalau pulpen yang kupakai tiba-tiba habis tintanya. Kemudian, pulpen ini kupinjamkan kepadanya. “Pinjem dulu ya, nanti kubalikin.. ” ucapnya sambil tersenyum. Jantung ini kembali berdegup kencang ketika melihat senyumannya yang indah. Akupun kembali membalas senyumannya seraya berkata “Oke”, seakan kembali berusaha bertingkah bahwa tidak terjadi apa-apa di jantung ini.
Aku tidak bisa melupakan wajahnya. Rambut panjang terurai, bola matanya yang berwarna coklat, tahi lalat didekat alisnya membuatku semakin tak bisa melupakannya. Aku tahu ini hanya cinta-cintaan anak SMA yang mungkin bisa dibilang cinta monyet, mungkin aku hanya sekadar menyukainya tidak lebih. Sepanjang pelajaran aku tidak bisa konsentrasi pada pelajaran. Fokusku hanya tertuju pada dia, walaupun hanya rambut dan punggungnya saja yang bisa kulihat. “teng.. teng…” bel istirahat pertama berbunyi. Tidak terasa sudah memasuki istirahat pertama. “Ehh.. nanti pulang ya aku balikin pulpennya” tiba-tiba dia menghadap belakang. “Hahhh..” aku agak sedikit terkejut “Apa?” tanyaku tanda aku tidak dengar apa yang dia katakan tadi. “Ini nanti aku balikin pulpennya pas pulang sekolah ya..? hehe” katanya sambil sedikit tertawa. Kali ini jantungku sudah mulai bisa mengontrol detaknya sendiri, mungkin karena sudah terbiasa. Namun, aku masih gugup ketika berbicara dengannya. “Hmm.. ohh.. iya gapapa kok pinjem aja dulu” jawabku gugup karena aku terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaannya. Untungnya dia tidak sadar aku bersikap aneh.
“teng… teng…” bel tanda selesai istirahat berbunyi. Akupun berjalan kembali ke kelas setelah jajan dari kantin.
Kulihat dari jauh Della sedang asyik menulis sesuatu di bukunya menggunakan pulpen yang kupinjamkan. Akupun berjalan melewatinya berusaha melihat apa yang ditulisnya, ternyata tertutup oleh rambutnya. Akupun duduk di kursiku dengan malas, karena setelah ini merupakan pelajaran yang tak kusukai yaitu fisika.
“teng.. teng.. teng..” akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Seluruh siswa membereskan bukunya bersiap pulang ke rumahnya masing. Jam menunjukkan pukul 15.31 yang berarti jam pulang sekolah untuk SMA ku. Hampir setiap hari aku pulang sampai sore karena ada program bimbingan belajar tambahan untuk kelas 12 sebagai persiapan UN dari pihak sekolah.
Akupun memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas. “Naufal.. nih aku balikin pulpennya, makasih ya” ucap Della. Aku saja sudah lupa kalau pulpenku dipinjam Della. “Ohh.. iya iya sama-sama Della” aku menjawab Della. “Ngomong-ngomong kok kamu tau namaku?” aku bingung dia tahu darimana namaku. “Yaiyalah fal, itu kan ada nama kamu di baju hehe..” Della tertawa kecil. “Ya ampun iya juga ya hahaha..” akupun membalas juga dengan tertawa. Kemudian dari sini Della memulai pembicaraan.
“Ohh iya ngomong-ngomong yang kemarin duduk di bawah pohon itu kamu kan?” Tanya Della.
“Iya itu kemarin aku.” Jawabku.
“Maaf ya kemarin nggak negur, soalnya aku kemarin belum tau nama kamu hehe.. jadi aku cuma bisa senyum aja” Obrolan kami semakin asyik.
“Iya gak apa apa kok. Ngomong-ngomong kamu kemarin mau kemana?” aku memulai pertanyaan lagi
“Ohh itu aku mau pulang, rumahku nggak jauh dari situ kok” Della menjawab
“Memang rumah kamu yang mana?” tanyaku bingung.
“Yang pagar warna putih itu, kalau ngga salah yang pagar putih cuma rumahku aja” jawab Della dengan serius
“Ohh kamu baru pindah ke sini ya? Soalnya seingatku rumah itu udah lama kosong” tanyaku penasaran.
“Iya fal, itu rumah omku, keluarga aku baru saja pindah sekitar 5 hari yang lalu karena papaku ditugaskan di desa ini” ujar Della
“Ohh begitu” jawabku sambil mengangguk
            “Kalo rumah kamu dimana fal?” Della menanya balik
            “Rumahku agak jauh lagi sih, dari rumah kamu lurus aja ntar belok kiri kalo ketemu pertigaan, nah abis ketemu perempatan belok kanan lurus aja sampe mentok pertigaan belok kiri, nggak jauh dari situ ada rumah warna biru itu, nah itu rumahku” aku menjawab dengan panjang.
            “Jauh juga ya.” Della mengangguk walaupun aku tahu Della agak sedikit bingung mendengarnya.
            “Iya memang agak jauh hehe..” jawabku mengiyakan
            “Yaudah fal aku pulang duluan ya, pacarku udah nungguin nih di depan gerbang sekolah” ketika Della mengatakan itu, hatiku tiba-tiba seperti di tusuk 1000 buah pisau. Aku terdiam sejenak, tidak tahu mau berkata apa. Wanita yang kukagumi ternyata sudah mempunyai pacar kataku dalam hati. “Fal.. Naufal..?” Panggil Della menyadarkanku. Akupun sontak terkejut “Ohh.. iya Della, apa tadi kamu bilang?” aku menanyakan ulang memastikan bahwa telingaku masih bekerja dengan baik atau tidak. “Ya ampun Naufal kamu melamun ya? Hahaha.. aku bilang tadi aku mau pulang duluan ya, pacarku udah nungguin soalnya” Della mengulangi kata-katanya. “Ohh maaf hehe.. tadi aku kebelet pipis jadi ngga konsentrasi” jawabku bohong. “Ya ampun Naufal haha.. yaudah kamu ke toilet dulu sana”. “Daa, Naufal” teriak Della sambil melambaikan tangannya berjalan keluar kelas. “Oke.. hati-hati Della” aku membalas salam Della biasa saja, seakan di dalam hati tidak terjadi apa-apa.
            Ya, begitulah kisahku selama dua hari yang tak bisa kulupakan. Sedih dan bahagia campur aduk menjadi satu. Walaupun masih ada sedikit rasa yang terpendam terhadap Della, aku berusaha biasa saja saat bertemu dengannya. Bahkan, sampai saat kelulusan kudengar Della masih dengan pacarnya. Kuharap kita bisa bersama Della, suatu saat nanti.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com